Acceptance. What’s that supposed to mean? Stuart Wilde bilang dalam bukunya yang sedang kubaca—The Trick to Money is Having Some—bahwa penerimaan (terhadap seseorang) itu faktor fundamental dalam membentuk mental kelimpahan (abundance). Lebih tepatnya dia bilang, “penerimaan (acceptance) adalah salah satu fondasi untuk menerima (receiving)”, dalam hal ini menerima kelimpahan.
Merenungkan kata acceptance, aku setuju bahwa itu kata yang sangat berat untuk dilaksanakan dalam sikap dan tindakan. Menerima (accept) sesuatu atau seseorang sebagaimana adanya tidak selalu mudah. Misalnya, menerima apa adanya seseorang yang berkepribadian-sulit tentu tidak semudah menerima mereka yang secara umum berkarakter menyenangkan. Mungkin bisa dibandingkan dengan menyukai yang indah dan yang tidak indah. Yang pertama sangat mudah dan nyaris kita lakukan secara alamiah/otomatis, sementara yang terakhir membutuhkan niat dan usaha untuk melakukannya.
Kenapa? Karena sejatinya kita indah dan menyukai keindahan. Sebagaimana Sang Pencipta kita yang maha indah dan mencintai keindahan. Tentu kita mewarisi beberapa nama-nama dan sifat-Nya, karena ruh-Nya ada di dalam diri masing-masing kita.
Kembali kepada soal penerimaan (acceptance), yang pertama dan utama adalah penerimaan terhadap diri sendiri. Nah, aku yakin ini masalah bagi kebanyakan orang. Menerima diri sendiri dengan semua kelebihan dan segenap kekurangan benar-benar bukan perkara mudah. Mungkin cara kita dibesarkan menyumbang pada kesulitan ini.
Dari kecil kita dituntut untuk menjadi sempurna dan dalam banyak hal diharuskan memperoleh persetujuan orang-orang di sekitar kita untuk dapat dicintai. Kalau tindakan kita tidak sesuai dengan norma dan ekspektasi orang-orang itu, kita dihukum. Jadi kita dibesarkan tidak dengan cinta yang gratis. Kita dibesarkan untuk belajar bahwa untuk dicintai kita harus mendapatkan persetujuan orang dan memenuhi standar tertentu. Dengan kata lain, kita belajar untuk tidak menerima diri kita apa adanya.
Lalu, setelah pemrograman yang demikian panjang, kita menyadari bahwa semua itu konyol belaka. Kita sama sekali tidak membutuhkan persetujuan siapa pun untuk dicintai. Nilai diri kita bahkan tidak ditentukan semata-mata oleh apa yang kita lakukan. Sebelum kita melakukan apa pun, Tuhan sudah menjamin martabat kita.
Kita adalah manusia yang Tuhan ciptakan di dunia untuk sebuah tujuan. Untuk menjadi wakil-Nya. Karena itu Tuhan telah membekali kita dengan sumber daya berupa akal dan hati. Kita ini makhluk yang berakal dan memiliki hati nurani. Kita bukan sembarang ciptaan. Kita adalah makhluk potensi. Bisa dikatakan kita ini titisan Tuhan, karena ada ruh-Nya di dalam diri kita. Walaupun juga ada bakat untuk jadi pengikut setan. … hehe
So, acceptance. How do we do that? Hmm, gimana yah… pertama-tama mungkin kita harus menyadari terlebih dahulu satu kebenaran sederhana ini: tidak ada makhluk (manusia) yang sempurna. We are not perfect, we are working into perfection.
Kedua, ingatlah bahwa untuk bisa mencintai sesuatu atau seseorang dengan benar maka kita harus menerima dia seutuhnya. Dan itu berarti menerima tidak saja kelebihan-kelebihannya, tapi juga apa pun semua kekurangannya. Stay cool and just take it. TAKE. IT.
Dan bisa jadi kebesaranmu ditentukan oleh seberapa besar yang bisa kau terima. Seberapa kesulitan/tantangan yang bisa kau tahan. Ada orang berkepribadian sulit? Menyebalkan luar biasa dan benar-benar tak tertahankan? —btw, masa sih ada orang kayak gitu, guys? J hehe… sok gak pernah nemuin. Maksudku, orang memang bisa sangat ngeselin, tapi mungkin saja karena pada saat itu kita begitu terbawa suasana dan terpusat hanya pada satu hal yang sangat mengesalkan itu? Maksudku, kita sedang dalam posisi untuk tidak memberikan penilaian yang adil karena kita hanya melihat dari satu sudut saja. (Ups wait, kita memang tidak pernah dalam posisi untuk menilai siapa pun selain diri kita) Kita sedang terpaku pada satu kelemahannya, dan melupakan bahwa pribadi yang menjengkelkan itu juga adalah makhluk Tuhan dengan ruh Tuhan di dalamnya—yang pasti mengandung kebaikan, tidak hanya berisi yang menjengkelkan itu.
So, what I’m trying to say is, bahwa sikap terbaik untuk menghadapi sesuatu atau seseorang atau apa pun yang tampak sulit untuk diterima adalah dengan mencoba menerimanya. TAKE. IT. ;p []
bekasi, some midnite